Sudah memasuki tahap kedua pencarian verifikator | PT Kontak Perkasa Futures Selain itu, menurut dia, penurunan tarif interkoneksi nantinya akan membuat trafik atau lalu lintas telepon meningkat. Artinya, pendapatan operator tidak akan terlalu tergerus dengan penurunan tarif interkoneksi. Seperti diketahui, kebijakan tarif interkoneksi ini belum juga ditetapkan hingga akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuat Panja Interkoneksi untuk menyelesaikan polemik. Padahal, jika melihat dasar hukum, interkoneksi sudah diatur pada pasal 1 butir 16 UU 36/1999 yang menyatakan bahwa interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda. Pada pasal 25 UU 36/1999 pada ayat (1) juga dikatakan bahwa setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak mendapatkan interkoneksi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya. Kemudian, pada ayat (2) disebutkan bahwa setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara telekomunikasi lainnya. Pada ayat (3) dikatakan bahwa pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan prinsip: a). Pemanfaatan sumber daya secara efisien, (b). Keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi, (c). Peningkatan mutu pelayanan, dan (d). Persaingan sehat yang tidak saling merugikan. Sebelumnya, pengamat telekomunikasi, Bambang P Adiwiyoto, menyatakan, sejak beberapa tahun lalu dasar yang digunakan oleh regulasi dalam menghitung interkoneksi adalah long run incremental cost (LRIC). Dengan metode ini seharusnya dilakukan penghitungan ulang biaya interkoneksi dengan berpegang pada dasar tarif operator yang paling efisien. "Konsumen bisa menggugat kalau dasar yang digunakan dalam mengambil kebijakan tarif interkoneksi itu bukan dari hitungan paling efisien. Sebaiknya tarif interkoneksi tidak menggunakan batas bawah tetapi atas," kata dia. Dengan verifikator independen itu diharapkan besaran nilai interkoneksi bisa diterima semua pihak. Ini sangat penting karena masalah tarif interkoneksi ini belum ada tiitk temu," kata Benyamin. Komisioner BRTI, I Ketut Prihadi Kresna, menambahkan, penyesuaian terhadap tarif interkoneksi harus dilakukan. Ini sebagai salah satu upaya yang mengarah pada persaingan industri telekomunikasi yang sehat. "Kalau saya lihat bila interkoneksi itu berbasis biaya, berarti tidak ada yang diuntungkan. Tapi hal ini akan lain ceritanya, bila biaya ini digabungkan dengan komponen lain yang nantinya akan menjadi tarif pungut ke pelanggan," ujar Ketut. Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) terus berupaya menyelesaikan sengkarut penetapan biaya interkoneksi. Saat ini, mereka masih dalam proses mencari verifikator independen. Disampaikan Direktur Telekomunikasi Ditjen Penyelenggara Pos dan Informatika, Benyamin Sura, institusinya saat ini sedang melakukan lelang tahap kedua untuk mendapatkan verifikator independen. Kehadiran verifikator independen dibutuhkan untuk menilai besaran biaya interkoneksi berdasarkan data-data dari operator. Turunnya tarif interkoneksi disebut sehatkan industri telekomunikasi | PT Kontak Perkasa Futures Diharapkan, besaran nilai interkoneksi dapat diterima oleh semua pihak, mengingat desain tarif interkoneksi masih belum berujung titik temu antar pelaku bisnis telekomunikasi. Sementara itu, pengamat telekomunikasi Bambang P Adiwiyoto mengatakan sejak beberapa tahun lalu dasar yang digunakan oleh regulasi dalam menghitung interkoneksi adalah long run incremental cost (LRIC). "Dengan metode ini seharusnya dilakukan penghitungan ulang biaya interkoneksi dengan berpegang pada dasar tarif operator yang paling efisien," paparnya. Dia menilai, tarif interkoneksi sebaiknya tidak menggunakan batas bawah, tetapi menggunakan batas atas. Penurunan tarif interkoneksi nantinya akan membuat trafik atau lalu lintas telepon meningkat. Artinya, pendapatan operator tidak akan terlalu tergerus dengan penurunan tarif interkoneksi. Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi Kresna menilai kebijakan penurunan tarif interkoneksi merupakan salah satu upaya mendukung persaingan sehat di industri telekomunikasi di Tanah Air. Untuk itu, BRTI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) masih terus mengkaji besaran penurunan tarif interkoneksi. "Bila interkoneksi itu berbasis biaya, berarti tidak ada yang diuntungkan. Tapi hal ini menjadi berbeda ketika biaya ini digabungkan dengan komponen lain yang nantinya akan menjadi tarif pungut ke pelanggan," ujarnya di kesempatan terpisah. Direktur Telekomunikasi Ditjen PPI Kominfo, Benyamin Sura mengatakan pihaknya sedang melakukan lelang tahap kedua untuk mendapatkan verifikator independen untuk menilai besaran nilai interkoneksi yang tentu membutuhkan data-data dari operator. ( Baca : Januari 2017, Penjualan Eceran Tumbuh Melambat ) Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan pemerintah bermaksud untuk mendorong efisiensi operator telekomunikasi dengan kebijakan penurunan tarif interkoneksi. Hal tersebut untuk mengutamakan kepentingan yang lebih besar yakni kepentingan masyarakat sebagai pelanggan dan menciptakan industri telekomunikasi yang berkelanjutan (sustainable). "Pemerintah mendorong penurunan biaya interkoneksi dengan tujuan ingin memberikan efisiensi dan keberlanjutan industri penyelenggaraan telekomunikasi, seperti soal pengembangan wilayah dengan tetap menjamin ketersediaan infrastruktur. Sedangkan dari sisi pelanggan jasa telekomunikasi, pemerintah berharap penurunan biaya interkoneksi diharapkan dapat menurunkan tarif pungut (retail) untuk layanan antar penyelenggara (off-net) tanpa mengurangi kualitas layanan," kata Rudi seperti dikutip Antara, Jumat (10/3). Kominfo disarankan gandeng BPKP untuk verifikasi biaya interkoneksi | PT Kontak Perkasa Futures Pengamat telekomunikasi , Bambang P Adiwiyoto menjelaskan dalam menghitung interkoneksi yang digunakan metode model long run incremental cost (LRIC). Dengan metode ini seharusnya dilakukan penghitungan ulang biaya interkoneksi dengan berpegang pada dasar tarif operator yang paling efisien. Artinya, konsumen bisa menggugat kalau dasar yang digunakan dalam mengambil kebijakan tarif interkoneksi itu bukan dari hitungan paling efisien. Biaya interkoneksi sendiri adalah salah satu komponen dari tarif retail. Saat ini tarif interkoneksi yang diberlakukan di Industri hanya dibawah 20% dari tarif retail lintas operator yang dibayarkan oleh pelanggan. Kisaran biaya interkoneksi Rp 250 terhadap tarif retail lintas operator Rp 1500. Sedangkan formula tarif retail terdiri dari biaya interkoneksi, service activation fee, dan margin. Jika dilihat, komponen biaya interkoneksi hanya sebagian dari tarif ritel. Namun, bagi operator biaya interkoneksi adalah simbol dari kompetisi dan penghargaan terhadap komitmen pembangunan jaringan. BPKP paling kompeten, sudah punya data semua. Sudah menjadi auditor dimana-mana, hasil auditnya jadi referensi badan/lembaga negara. Ini kan yang mau dibuktikan, itu data yang kemarin dikumpulkan untuk hitung biaya interkoneksi benar atau tidak, kenapa dibikin jadi ruwet,” pungkasnya. Sebelumnya, Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi Kresna menegaskan hitung ulang biaya interkoneksi adalah upaya mendukung persaingan sehat di industri telekomunikasi. "Kalau saya lihat bila interkoneksi itu berbasis biaya, berarti tidak ada yang diuntungkan. Tapi hal ini akan lain ceritanya, bila biaya ini digabungkan dengan komponen lain yang nantinya akan menjadi tarif pungut ke pelanggan," ujarnya. Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) disarankan untuk menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan verifikasi terhadap hasil perhitungan biaya interkoneksi yang telah diselesaikan pada 2016. “Kalau boleh saran, baiknya gandeng auditor BPKP saja. Masa buka tender untuk verifikator sampai sepi peminat. Ketinggian syaratnya, atau kerendahan kompensasi tuh,” saran Sekjen Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia-ITB (PIKERTI-ITB) M Ridwan Effendi kepada IndoTelko, Jumat (10/3). Menurutnya, BPKP adalah pihak paling kompeten untuk melihat hasil perhitungan versi surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016, tanggal 2 Agustus 2016 yang menghitung penurunan rerata 26% atau versi operator incumbent yang benar. Kontak Perkasa Futures Categories All
0 Comments
Leave a Reply. |
Official Website
PT Kontak Perkasa Futures Profil Perusahaan Legalitas Badan Regulasi Fasilitas dan Layanan Archives
May 2017
Categories
All
Networks
|